Temuireng - Jatinom. Waktu boleh berganti, generasi boleh berlalu, tapi peninggalan seperti jembatan lori di Desa Temuireng tetap memiliki daya hidup yang unik. Ia tidak hanya menjadi saksi bisu sejarah perkebunan tebu masa kolonial, tetapi kini juga menjadi cikal bakal sebuah harapan baru: menjadikan reruntuhan tua ini sebagai warisan hidup bagi masyarakat dan generasi penerus.
Seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap nilai sejarah lokal, Sekelompok pemuda setempat mulai menyusun rencana pemanfaatan situs jembatan lori ini sebagai bagian dari potensi wisata edukatif. Tidak sebatas menjadi objek pasif yang hanya dipandangi, jembatan ini dirancang untuk menjadi titik awal narasi sejarah desa secara visual dan interaktif.
“Kita ingin membuat jalur interpretatif. Di setiap titik akan ada penjelasan: tentang struktur jembatan, sejarah lori tebu, peta jalur kolonial, hingga kisah rakyat zaman dulu yang berkaitan dengan perkebunan,” ujar Turyanto, Wakil Ketua Karang Taruna Desa Temuireng.
Lebih lanjut, direncanakan pula ruang pamer kecil atau semacam “rumah dokumentasi desa” yang memuat foto-foto lama, artefak, serta catatan sejarah dari masa kejayaan industri gula di Klaten. Rumah dokumentasi ini bisa melibatkan partisipasi masyarakat, terutama generasi tua yang masih menyimpan kenangan atau benda-benda warisan.
Salah satu ide yang kini sedang digagas adalah membuat dokumenter pendek dan infografis visual yang menceritakan kisah jembatan lori. Beberapa anak muda desa yang tergabung dalam komunitas kreatif lokal mulai merekam footage drone, menggali cerita warga, serta membuat ilustrasi digital dari dugaan bentuk jembatan saat masih utuh.
“Kalau hanya bercerita lisan, bisa cepat hilang. Tapi kalau kita visualisasikan—dalam bentuk video, poster, atau bahkan tur virtual—ceritanya bisa hidup kembali,” ungkap Turyanto.
Hal ini juga disambut baik oleh pelajar dan guru-guru sekolah sekitar. Mereka berharap nantinya situs jembatan lori bisa menjadi salah satu lokasi field trip sejarah yang murah, dekat, namun sarat nilai edukatif.
Lebih dari sekadar struktur batu tua, jembatan lori Temuireng kini menjadi simbol penting bagi desa: bahwa sejarah tidak harus megah atau monumental untuk bermakna. Justru dari bangunan sederhana seperti ini, kita bisa belajar banyak tentang kerja keras, sistem transportasi, hingga dinamika ekonomi rakyat zaman dulu.
Dan di balik kekaguman pada arsitektur kolonialnya, warga Temuireng menyadari satu hal penting: merawat warisan seperti ini adalah bentuk penghormatan terhadap leluhur dan investasi untuk masa depan. Karena jika dikelola dengan baik, jembatan ini tak hanya menyimpan kenangan, tapi juga membuka peluang—bagi pendidikan, pariwisata, dan identitas desa.
Kini, seluruh rangkaian kisah jembatan lori sedang ditata ulang dalam ingatan kolektif warga. Dari cerita Kirno, Gunawan, hingga anak-anak muda yang mulai mendokumentasikan ulang, semuanya bergerak untuk satu tujuan: menjaga agar bangunan tua itu tidak hanya menjadi cerita yang perlahan memudar.
Karena setiap jembatan, sejatinya bukan hanya penghubung dua titik ruang, tetapi juga dua titik waktu: masa lalu dan masa depan.
Desa Temuireng kini sedang menyambung keduanya. (Soleh Febriyanto)