Temuireng, Jatinom - Setiap sore, selepas azan Asar berkumandang, suasana Dukuh Temuireng RT 5 RW 2 tampak lebih hidup dari biasanya. Puluhan anak-anak tampak berduyun-duyun menuju sebuah bangunan sederhana yang kini difungsikan sebagai Rumah Baca Kita. Di tempat inilah kegiatan TPA Nurul Qolbie dilaksanakan, menjadi oase ilmu dan akhlak bagi anak-anak Desa Temuireng.

Dengan jumlah santri yang telah melebihi 50 anak, TPA Nurul Qolbie kini menjadi salah satu pusat pembelajaran keagamaan nonformal yang berkembang di tengah keterbatasan. Para santri belajar mengenal huruf hijaiyah, memperbaiki bacaan, dan memahami dasar-dasar membaca Al-Qur’an menggunakan metode Yanbu’a—sebuah metode efektif yang dirancang untuk anak-anak agar mudah memahami dan menghafal bacaan dengan benar.

Kegiatan ini diasuh oleh dua sosok pengajar yang telah lama mendedikasikan waktunya untuk membina para santri, yakni  Sarmo dan  Fitriyani. Keduanya bukan pasangan suami istri, namun memiliki semangat yang sama: mendidik generasi Qur’ani dengan sepenuh hati.

“Anak-anak ini adalah harapan masa depan desa. Kalau sejak kecil mereka sudah mencintai Al-Qur’an, insya Allah akan tumbuh menjadi pribadi yang kuat dan berakhlak,” tutur Pak Sarmo di sela-sela kegiatan mengajar.

Kegiatan TPA dilaksanakan setiap hari tanpa henti, dimulai setelah salat Asar dan berakhir sekitar pukul 17.00 WIB. Meski waktu belajar tergolong singkat, suasana belajar penuh semangat dan kebersamaan. Anak-anak belajar secara bertahap, mulai dari mengenal huruf, cara membaca dengan makhraj yang tepat, hingga menghafal surat-surat pendek.

Namun di balik semangat besar itu, TPA Nurul Qolbie masih menghadapi tantangan nyata. Keterbatasan sarana dan prasarana menjadi hambatan utama. Banyak anak yang masih duduk di lantai tanpa alas yang layak, kekurangan buku panduan, dan minimnya alat bantu visual membuat proses belajar mengajar kurang optimal.

“Kami terus berusaha semampunya. Tapi tentu akan sangat berarti jika ada kepedulian dari berbagai pihak—baik masyarakat, tokoh desa, maupun donatur—untuk membantu menyediakan fasilitas belajar yang lebih memadai,” ungkap Ibu Fitriyani, pengasuh yang juga Kader Pembangunan Manusia di Desa Temuireng.

Meski demikian, semangat tidak pernah padam. Rumah Baca Kita menjadi tempat bersejarah bagi perjalanan para santri ini dalam meniti jalan ilmu. Dengan dukungan semua pihak, TPA Nurul Qolbie diharapkan dapat tumbuh menjadi lembaga pendidikan Qur’an yang tidak hanya kuat dari sisi spiritual, tetapi juga mampu mencetak generasi yang cerdas dan berkarakter.

Masyarakat Desa Temuireng pun menyambut baik kegiatan ini. Banyak orang tua merasa terbantu karena anak-anak mereka memiliki tempat belajar agama yang rutin dan aman. Ke depan, Pemerintah Desa Temuireng diharapkan bisa menjadikan TPA Nurul Qolbie sebagai bagian penting dalam program pembinaan karakter generasi muda desa. (Soleh Febriyanto)