Temuireng, Jatinom – Di tengah sunyinya pagi buta di Desa Temuireng, Kecamatan Jatinom, gemuruh suara motor para pedagang sayur menjadi irama khas yang rutin terdengar. Setiap hari, sekitar pukul 2 pagi, sebanyak 15an orang—kebanyakan para pria kepala keluarga—berangkat berkendara motor tuanya menuju Pasar Gabus. Tujuannya jelas, membeli sayuran segar dan kebutuhan dapur untuk dijajakan kembali setelahnya.
Mereka dikenal sebagai pedagang sayur keliling. Pekerjaan ini bukan sekadar mata pencaharian, tapi juga warisan kebiasaan yang telah berlangsung selama puluhan tahun. Dengan "brojong" khasnya, mereka menelusuri jalan desa, menyeberangi kebun, dan menyusuri lorong-lorong pasar, dalam diam dan ketekunan.
Sesampainya di Pasar Gabus, mereka memilih sayuran satu per satu, memastikan kualitas terbaik untuk pelanggan mereka. Tidak sedikit dari mereka yang membeli secara borongan dari pedagang grosir pasar, kemudian mengemasnya sendiri di rumah sebelum berangkat menjaja.
Jika menyimpan nomor Whatsapp (WA) dari para pedagang itu, malam hari sekitar jam 20.00, anda akan disuguhi status WA yang berkata "besok jualan bu..."
"status WA itu semacam kode buat pelanggan, kalo besok saya jualan," tutur Sriyono (37), salah satu pedagang yang sudah menekuni profesi ini selama bertahun-tahun.
Usai salat Subuh, sebelum cahaya mentari sepenuhnya menyinari desa, mereka sudah mulai menyusuri jalan menuju tempat-tempat tujuan yang tersebar di berbagai kecamatan di Kabupaten Klaten seperti Delanggu, Wonosari, Bayat, Ceper, Klaten Utara, Wedi, hingga wilayah Kota Klaten. Mereka berjalan dari rumah ke rumah, menawarkan sayur segar kepada pelanggan tetap maupun pembeli baru yang sudah menanti setiap pagi.
“Kalau enggak berangkat pagi petang, besoknya enggak bisa jualan. Harus ambil dari pasar dulu,” imbuh Sriyono.
Menjelang waktu dzuhur, mereka umumnya sudah tiba kembali di rumah. Wajah lelah tak menyembunyikan semangat yang tetap menyala: semangat menjaga dapur tetap mengepul, baik dapur sendiri maupun dapur para pelanggan setia mereka.
Di balik langkah yang tampak sederhana itu, tersembunyi kisah perjuangan, disiplin, dan solidaritas. Para pedagang ini tidak hanya menjajakan sayur, tetapi juga menjadi bagian penting dari ekosistem pangan masyarakat, yang kerap luput dari sorotan. Mereka adalah wajah ketekunan dari Desa Temuireng yang pantas dihargai.