Awal tahun 2023 menjadi masa yang sulit bagi para petani di Temuireng. Hal ini dikarenakan adanya potensi gagal panen pada hampir semua komoditas pertanian warga petani. Diperkirakan, penyebab utama kondisi tersebut karena curah hujan yang tinggi pada beberapa bulan terakhir.
Seperti dialami oleh Wahyono (53) warga Dukuh Temuireng, Desa Temuireng dimana lahan garapnya ditanami beberapa komoditas seperti jagung dan terong.
Hasil yang didapat tidak maksimal seperti pada musim sebelumnya dikarenakan usia produksi sebagian besar tanaman terong yang rendah.
“Biasanya musim penghujan memang produksi tanaman pangan berkurang, tapi ini tergolong parah. Karena biasanya tidak serusak ini tanaman saya,” ungkap Wahyono saat ditemui di rumahnya.
Tanaman terong Wahyono saat ini baru berusia 2,5 bulan. Hasil panen 40% lebih rendah dari usia yang sama pada musim sebelumnya. Padahal jika diestimasi menurut Wahyono, usia produksi tanamannya masih bisa bertahan pada kisaran 1 hingga 1,5 bulan kedepan. https://www.kongruend.com/
Hal serupa dialami oleh Tukiman (52) warga Temuireng yang pada musim ini menanam pepaya jenis california. Sekitar 3.000 meter persegi lahan garapnya dibudidayakan tanaman jenis buah ini.
Kondisi tanah di Desa Temuireng pada iklim normal memang cukup baik untuk tanaman berkarakter mudah hidup seperti pepaya ini. Menurut pengalaman, tingkat kegagalannya cukup rendah dengan perawatan yang baik. Namun hal tersebut tidak dialami para petani pepaya pada musim ini sebagaimana dialami oleh Tukiman.
“Saya menanam pepaya pada pertengahan tahun 2021, harusnya mulai pertengahan tahun 2022 hingga saat ini produktivitasnya tinggi. Tapi malah hampir semua tanaman mati,” ujar Tukiman.
Matinya tanaman pepaya milik Tukiman disebabkan oleh adanya virus yang menyerang pada pohon dan juga buahnya. Menurutnya hal tersebut terjadi karena faktor curah hujan yang tinggi pada belakangan ini.
“Pada buahnya muncul bercak kemudian mencekung sampai dengan busuk. Sementara pucuknya layu dalam waktu yang singkat, setelah itu pohon langsung mati,” imbuh Tukiman. https://micronesiaraffle.com/
Wahyono dan Tukiman sama – sama telah melakukan berbagai cara untuk mengatasinya, mulai dari penyemprotan berbagai obat tanaman. Namun semuanya belum memberikan hasil yang signifikan. Kondisi ini tidak hanya dialami mereka berdua, hampir semua petani di Temuireng mengalami hal serupa. (Soleh Febriyanto)